Selasa, 12 Maret 2019

Studi Amsal 18:13


By        Pdt. Bertha Purnamawati Bate’e STh                                 04 Desember  2008

Teruslah Mendengar

Amsal 18:13
Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya
Pendahuluan
            Berbicara mendengar mungkin sudah tidak asing lagi bagi setiap pribadi dalam bereaksi dan berespon. Seringkali ketika seseorang telah tenang dan mampu berfikir jernih, dia baru sadar bahwa ada banyak tindakan bodoh yang telah dilakukan hanya karena belum mengembangkan sikap yang mendegar. Setelah semuanya terjadi dan merenungi kembali mungkin saja baru terbesit keinginan untuk merubah semuanya. Tetapi apa daya semuanya telah terjadi dan seandainya seseorang bisa mengembalikan waktu mungkin ia tidak akan mengulanginya. Inilah suatu gambaran dari jati diri seseorang yang sering ceroboh dan takabur yang pada akhirnya sama sekali tidak memberikan arti bagi orang lain dan malahan sebaliknya merugikan diri sendiri.
            Dengan memperhatikan realita tersebut maka perlu suatu pembaharuan diri yang terus diperlengkapi dalam diri seseorang. Ini hanya bisa dilakukan dengan berusaha mendengar dan terus mendengar sebelum bertindak. Kadang- kadang tindakan mendegar hanya berfokus pada reaksi ucapan atau perkataan seseorang. Akan tetapi dalam paper ini akan digali khazanah yang dalam tentang signifikansi mendegar, memperhatikan dampak positif sekaligus negatif dari kekurangan sikap mendengar dan pada akhirnya akan diberikan aplikasi; suatu cara yang dapat dilakukan untuk terus mendengar.

Tafsiran
            Untuk mengetahui signifikansi dari sikap mendegar, maka terlebih dahulu akan mencoba membuat suatu survei beberapa pandangan yang ada tentang teks ini. Teks Amsal 18:13 memilki kekayaan akan berbagai penafsiran, berikut ini merupakan uraian dari beberapa tokoh tentang Amsal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaan tentang uraian teks.
1.   Menekankan upaya untuk mendengar dari kedua belah pihak[1]
      Pendengar dan pembicara sering kali ketika berkomunikasi sulit untuk mendengar. Yang ada hanyalah sikap yang terlalu terburu-buru untuk menyatakan pendapat pribadi atau sekaligus menanggapi sesuatu hal. Akibatnya sangatlah fatal. Sesuatu informasi yang actual belum diperoleh seutuhnya akhirnya bereaksi akan informasi yang belum menyeluruh, menyebabkan terjadinya miss komunikasi. Apa seharusnya pesan yang real ataupun inti berita yang perlu didengar sama sekali tidak sampai pada tempatnya. Untuk itu maka khususnya di dalam ayat ini ditegaskan bahwa pendengar maupun pembicara dalam setiap komunikasi seharusnya banyak mendengar.
2. Orang berhikmat diperingati untuk untuk berhati-hati agar ujaran mereka selalu mencerminkan realitas yang ada[2]
      Kadang-kadang ketika terdesak seseorang sering sekali mengucapkan sesuatu yan g tidak tetap dengan kata lain bohong. Selain ini ini juga bisa terjadi ketika seseorang merayu atau membujuk seseorang, kata-kata yang dikeluarkan tidak seperti realitas, akhirnya seseorang tersanjung padahal itu bukan kebenaran. Dari dua tipe seperti ini pengamsal memberi ajaran supaya setiap orang dalam segala gerak-geriknya hendaknya selalu berhati-hati dalam setiap ucapan yang keluar dari mulutnya agar tidak mencerminkan dusta yang bisa berdampak buruk baik bagi yang mendegar maupun yang berbicara itu sendiri. Itulah yang disampaikan Tremper dalam bagian ini.
3.   Merupakan jerat bagi diri sendiri agar berhati-hati dalam memberi jawaban[3]
      Kalau bagian dalam point dua tadi menyoroti pembicara, bagian dua ini berusaha menekankan aspek dari diri orang yang memberi jawab atau orang yang mendengar. Menurut Kidner ada jeratan bagi orang yang memberi jawab tanpa mendengar; seseorang itu dikatakan bodoh dan apa yang telah dikatakan itu menjadi aib dalam dirinya sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa kebodohan, paralel dengan 18:2 disebut sebagi orang bebal; tidak suka kepada pengertian dan hanya suka membeberkan isi hatinya. Orang bebal cenderung menutup pikiran dan membuka mulut. Kemudian kecelaan (hujatan, aib/ yang memalukan) paralel dengan 18:7. Dikatakan  bahwa pembicara pertama dalam suatu pertikaian nampaknya benar, akan tetapi datanglah orang lain dan menyelidiki perkaranya. Menurut Derek Kidner; hal yang sangat ditekankan adalah hendaknya mendengar dari kedua sisi, dengan kata lain teks ini menentang pendapat yang terburu-buru.
4.   Penghakiman dalam perkara yang salah[4]
      Teks ini hendak menceritakan seseorang yang memberi penghakiman di suatu perkara sebelum mendengar,  semua fakta kesalahan terletak dalam dirinya sendiri akant etapi berusaha menuding orang lain.
5    Sikap yang terburu-buru[5]
      Collins menyatakan bahwa orang yang terburu-buru dalam berbicara adalah orang bodoh, mendengar merupakan kunci dari komunikasi yang efektif. Mungkin terkesan ambigu jika diperhadapkan dengan teks lain misalnya Amsal 17:28. Hal yang lebih penting adalah lebih baik mengakui ketidaktahuan daripada mengurangi hal- hal yang lebih penting dalam proses mendengar dan berpikir.
           
Setelah melihat pandangan di atas, maka berikut juga akan diberikan tafsiran sendiri dengan memperhatikan teks asli dan mencoba mengembangkan pikiran-pikiran yang ada.

                             
Proverbs 18:13
 `hM'(lik.W Al©÷-ayhi tl,W<ïai [m'_v.yI ~r<j,äB. rb'D"â byviäme
Jika seseorang mengembalikan sesuatu (kata, perkara,  hal, cara bicara) sebelum mendengar itulah kebodohan dan kecelaannya (hujatan, aib yang memalukan).
                           
Dari terjemahan di atas, maka jelas terlihat bukan hanya saja terbatas dalam hal bicara, segala sesuatu aktivitas yang menyangkut pengembalian. Ada banyak hal yang bisa dikembalikan kepada orang lain. Entah itu itu mengembalikan perkataan atau disebut dengan kata menjawab setiap kata atau perkataan, juga termasuk di dalamnya mengembalikan sesuatu hal misalnya benda atau perkara. Indikasinya adalah hal yang dimaksud di dalam teks ini dengan mengembalikan adalah tindakan berespons atau memberi sambutan atas segala perkara dalam segala aktivitas. Dalam memberi respons ini ada satu hal substansial yang tidak boleh diabaikan dan sebaiknya menjadi prioritas yaitu mendengar. Mendengar merupakan esensi penting untuk berespon dengan baik dan menghasilkan dampak signifikan. Jika seandainya hal ini diabaikan, maka ada dua konsekuensinya yaitu ia dikatakan bodoh dan bercela. Untuk menjelaskan istilah bodoh dan bercela, maka dalam hal ini mungkin lebih tetap pandangan dari Kidner di atas. Bodoh sama dengan bebal; orang yang tidak suka pada pengertian tetapi hanya suka membeberkan isi hatinya. Dapat dikatakan sebagai orang yang membuka mulut tetapi menutup pikiran. Selanjutnya bercela artinya membuka aib sendiri ketika bertindak terburu-buru.

Kesimpulan
 Teks Amsal 18:13 fokus utamanya adalah mendengar dalam merespons segala sesuatu dalam hidup ini. Ada dua konsekuensi ketika tidak mendengar yaitu kurang pengertian dan mempermalukan diri sendiri. Indikasinya adalah sangat merugikan pribadi yang berespon. Tidak ada kesempatan bagi dirinya untuk memperbaharui diri ke arah yang lebih baik dan malahan mempermalukan dirinya sendiri. Jadi secara ringkas teks ini mengajak pembacanya untuk terus mendengar dan mendengar sebelum melakukan sesuatu. Itulah tindakan yang berhikmat.
Jika dalam Amsal 18:13 disampaikan dampak negatif dari sikap yang tidak bisa mendengar, maka berikut ini akan disampaikan dampak yang positif ketika seseorang selalu mendengar[6]:
v  Memberi kesempatan untuk tenang sebelum berbicara, seandainya memberi respon dengan marah, kaku, merugikan dan bahkan menyakitkan
v  Memberi kesempatan untuk melihat dua sisi hal-hal yang dibahas sebelum melakukan tindakan. Banyak orang juga yang berpikir tetapi belum mendengar fakta, mereka bertindak atas informasi yang tidak lengkap atau terdistorsi sehingga menimbulkan semacam semburan ketika mereka menyampaikan informasi atau gosip.
v  Mempunyai efek penyembuhan yang sangat besar. Seseorang yang menunggu dengan hati-hati dan menimbang bahasa serta perkataannya akan mempunyai kuasa ketika berbicara. Amsal 25:15  Dengan kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut mematahkan tulang”. Hendaknya mengucapkan ucapan yang tepat pada waktunya (Amsal 25:11-15).
Jadi jika seseorang tidak suka mendengar maka ia sendiri akan kekurangan. pengertian dan mempermalukan diri sendiri, sebaliknya jika suka mendengar maka ia mampu bertindak bijaksana dan berhati-hati seperti hal-hal yang telah disebutkan di atas.

Aplikasi
Dengan memperhatikan dampak positif dan negatif dalam uraian ini maka setiap pribadi sebaiknya terus mendengar. Dalam memberi respon hendaknya selalu menjadi pribadi yang mampu memberi arti signifikan sehingga hidup ini mampu bermakna bagi orang lain terlebih-lebih di hadapan Tuhan. Untuk itu ada dua pokok penting yang perlu dikembangkan untuk mewujudkan sikap mendengar:
1.      Mengerti
Seseorang sering menanggapi sesuatu tanpa pengertian utuh. Akibatnya ada banyak relasi buruk yang terjadi hanya karena kesalahpahaman satu sama lain. Misalnya saja dalam kehidupan keluarga antara suami dengan isteri atau anak dengan orangtua mengalami keretakan satu sama lain. Suami menuduh isteri selingkuh, egois atau sebaiknya isteri juga menuduh seperti itu. Anak-anak di dalam rumah tangga selalu menuntut dan menuduh orangtua kurang bertanggung jawab. Cobalah untuk berkomunikasi satu sama lain dengan hati terbuka, niscaya sikap mengerti dapat dibina dan akhirnya kemampuan mendengar dapat terlaksana dengan baik.
2.      Bijaksana
Kendati seseorang sudah mengerti, kadang-kadang yang terjadi adalah tindakan gegabah, mau menang sendiri dan memaksakan kehendak. Jika tabiat ini yang dimiliki seseorang, maka sikap mendengar tidak akan pernah terwujud. Cobalah untuk bersikap tenang, memohon hikmat dan bimbingan dari Tuhan maka yakinlah dalam situasi serumit apapun seseorang dapat berespon dengan bijaksana sehingga sikap mendengar mampu terwujud dalam kehidupan nyata.


Kepustakaan

Collins John. C.. Proverbs Ecclesiastes. Knox Preaching Guides. (Atalanta: John Knox Press), 1946.

Draper, James T., Jr.. Proverbs The Secret of Beautiful Living. (Illinois: Tyndale House), 1971.

Harris, W.. The Preacher’s Complete Homiletic Commentary. Proverbs. (Michigan: Grand Rapids), 1980.

Kidner, Derek. The Tyndale Old Testament Commentaries. Proverbs. (England: Inter-Varsity Press), 1964.

Longman, Tremper III. Hikmat & Hidup Sukses. terj. How to Read Proverb. (Jakarta:PPA), 2007.

TAMKI 2, Ayub-Maleakhi. terj. The New Bible Commentary. (Jakarta: YAPKI/OMF)





[1]TAMKI 2, Ayub-Maleakhi terj. The New Bible Commentary, (Jakarta: YAPKI/OMF), hal. 322.
[2] Tremper Longman III, Hikmat & Hidup Sukses, terj. How to Read Proverb, (Jakarta:PPA), 2007, hal. 192.
[3] Derek Kidner, The Tyndale Old Testament Commentaries, Proverbs, (England: Inter-Varsity Press), 1964,
 hal. 129.
[4] W. Harris, The Preacher’s Complete Homiletic Commentary, Proverbs, (Michigan: Grand Rapids), 1980, hal. 544.
[5] John. C. Collins, Proverbs Ecclesiastes, Knox Preaching Guides, (Atalanta: John Knox Press), 1946, hal. 46.
[6] James T. Draper, Jr., Proverbs The Secret of Beautiful Living, (Illinois: Tyndale House), 1971, hal. 126.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar