By Pdt. Bertha Purnamawati Bate’e STh 04
Desember 2008
Teruslah Mendengar
Amsal 18:13
Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar,
itulah kebodohan dan kecelaannya
Pendahuluan
Berbicara
mendengar mungkin sudah tidak asing lagi bagi setiap pribadi dalam bereaksi dan
berespon. Seringkali ketika seseorang telah tenang dan mampu berfikir jernih,
dia baru sadar bahwa ada banyak tindakan bodoh yang telah dilakukan hanya
karena belum mengembangkan sikap yang mendegar. Setelah semuanya terjadi dan
merenungi kembali mungkin saja baru terbesit keinginan untuk merubah semuanya.
Tetapi apa daya semuanya telah terjadi dan seandainya seseorang bisa
mengembalikan waktu mungkin ia tidak akan mengulanginya. Inilah suatu gambaran
dari jati diri seseorang yang sering ceroboh dan takabur yang pada akhirnya
sama sekali tidak memberikan arti bagi orang lain dan malahan sebaliknya
merugikan diri sendiri.
Dengan memperhatikan
realita tersebut maka perlu suatu pembaharuan diri yang terus diperlengkapi
dalam diri seseorang. Ini hanya bisa dilakukan dengan berusaha mendengar dan
terus mendengar sebelum bertindak. Kadang- kadang tindakan mendegar hanya
berfokus pada reaksi ucapan atau perkataan seseorang. Akan tetapi dalam paper
ini akan digali khazanah yang dalam tentang signifikansi mendegar,
memperhatikan dampak positif sekaligus negatif dari kekurangan sikap mendengar
dan pada akhirnya akan diberikan aplikasi; suatu cara yang dapat dilakukan
untuk terus mendengar.
Tafsiran
Untuk
mengetahui signifikansi dari sikap
mendegar, maka terlebih dahulu akan mencoba
membuat suatu survei beberapa
pandangan yang ada tentang teks ini. Teks Amsal 18:13 memilki kekayaan akan
berbagai penafsiran, berikut ini merupakan uraian dari beberapa tokoh tentang Amsal
ini bertujuan untuk mendapatkan gambaan tentang uraian teks.
1. Menekankan upaya untuk mendengar dari kedua
belah pihak[1]
Pendengar dan pembicara sering
kali ketika berkomunikasi sulit untuk mendengar. Yang ada hanyalah sikap yang
terlalu terburu-buru untuk menyatakan pendapat pribadi atau sekaligus
menanggapi sesuatu hal. Akibatnya sangatlah fatal.
Sesuatu informasi yang actual belum diperoleh seutuhnya akhirnya bereaksi akan
informasi yang belum menyeluruh, menyebabkan terjadinya miss komunikasi. Apa
seharusnya pesan yang real ataupun inti berita yang perlu didengar sama sekali
tidak sampai pada tempatnya. Untuk itu maka khususnya di dalam ayat ini
ditegaskan bahwa pendengar maupun pembicara dalam setiap komunikasi seharusnya
banyak mendengar.
2. Orang berhikmat diperingati untuk
untuk berhati-hati agar ujaran mereka selalu mencerminkan realitas yang ada[2]
Kadang-kadang ketika terdesak seseorang
sering sekali mengucapkan sesuatu yan g tidak tetap dengan kata lain bohong. Selain
ini ini juga bisa terjadi ketika seseorang merayu atau membujuk seseorang,
kata-kata yang dikeluarkan tidak seperti realitas, akhirnya seseorang tersanjung
padahal itu bukan kebenaran. Dari dua tipe seperti ini pengamsal memberi ajaran
supaya setiap orang dalam segala gerak-geriknya hendaknya selalu berhati-hati
dalam setiap ucapan yang keluar dari mulutnya agar tidak mencerminkan dusta
yang bisa berdampak buruk baik bagi yang mendegar maupun yang berbicara itu
sendiri. Itulah yang disampaikan Tremper dalam bagian ini.
3.
Merupakan jerat bagi diri sendiri agar
berhati-hati dalam memberi jawaban[3]
Kalau bagian dalam point dua tadi
menyoroti pembicara, bagian dua ini berusaha menekankan aspek dari diri orang
yang memberi jawab atau orang yang mendengar. Menurut Kidner ada jeratan bagi
orang yang memberi jawab tanpa mendengar; seseorang itu dikatakan bodoh dan apa
yang telah dikatakan itu menjadi aib dalam dirinya sendiri. Lebih lanjut
dikatakan bahwa kebodohan, paralel dengan 18:2 disebut sebagi orang bebal;
tidak suka kepada pengertian dan hanya suka membeberkan isi hatinya. Orang
bebal cenderung menutup pikiran dan membuka mulut. Kemudian kecelaan (hujatan,
aib/ yang memalukan) paralel dengan 18:7. Dikatakan bahwa pembicara pertama dalam suatu pertikaian
nampaknya benar, akan tetapi datanglah orang lain dan menyelidiki perkaranya.
Menurut Derek Kidner; hal yang sangat ditekankan adalah hendaknya mendengar
dari kedua sisi, dengan kata lain teks ini menentang pendapat yang terburu-buru.
4.
Penghakiman dalam perkara yang salah[4]
Teks ini hendak menceritakan
seseorang yang memberi penghakiman di suatu perkara sebelum mendengar, semua fakta kesalahan terletak dalam dirinya
sendiri akant etapi berusaha menuding orang lain.
5 Sikap yang terburu-buru[5]
Collins
menyatakan bahwa orang yang terburu-buru dalam berbicara adalah orang bodoh,
mendengar merupakan kunci dari komunikasi yang efektif. Mungkin terkesan ambigu jika
diperhadapkan dengan teks lain misalnya Amsal 17:28. Hal yang lebih penting
adalah lebih baik mengakui ketidaktahuan daripada mengurangi hal- hal yang
lebih penting dalam proses mendengar dan berpikir.
Setelah melihat pandangan di atas, maka
berikut juga akan diberikan tafsiran sendiri dengan memperhatikan teks asli dan
mencoba mengembangkan pikiran-pikiran yang ada.
Proverbs 18:13
`hM'(lik.W Al©÷-ayhi tl,W<ïai [m'_v.yI ~r<j,äB.
rb'D"â byviäme
Jika seseorang mengembalikan sesuatu (kata,
perkara, hal, cara bicara) sebelum
mendengar itulah kebodohan dan kecelaannya (hujatan, aib yang memalukan).
Dari terjemahan di atas, maka jelas terlihat bukan
hanya saja terbatas dalam hal bicara, segala sesuatu aktivitas yang menyangkut
pengembalian. Ada banyak hal yang bisa dikembalikan kepada orang lain. Entah
itu itu mengembalikan perkataan atau disebut dengan kata menjawab setiap kata
atau perkataan, juga termasuk di dalamnya mengembalikan sesuatu hal misalnya benda
atau perkara. Indikasinya adalah hal yang dimaksud di dalam teks ini dengan
mengembalikan adalah tindakan berespons atau memberi sambutan atas segala
perkara dalam segala aktivitas. Dalam memberi respons ini ada satu hal
substansial yang tidak boleh diabaikan dan sebaiknya menjadi prioritas yaitu
mendengar. Mendengar merupakan
esensi penting untuk berespon dengan baik dan menghasilkan dampak signifikan. Jika seandainya hal ini diabaikan, maka
ada dua konsekuensinya yaitu ia dikatakan bodoh dan bercela. Untuk menjelaskan
istilah bodoh dan bercela, maka dalam hal ini mungkin lebih tetap pandangan
dari Kidner di atas. Bodoh sama dengan bebal; orang yang tidak suka pada
pengertian tetapi hanya suka membeberkan isi hatinya. Dapat dikatakan sebagai
orang yang membuka mulut tetapi menutup pikiran. Selanjutnya bercela artinya membuka
aib sendiri ketika bertindak terburu-buru.
Kesimpulan
Teks Amsal
18:13 fokus utamanya adalah mendengar dalam merespons segala sesuatu dalam
hidup ini. Ada dua
konsekuensi ketika tidak mendengar yaitu kurang pengertian dan mempermalukan
diri sendiri. Indikasinya adalah sangat merugikan pribadi yang berespon. Tidak
ada kesempatan bagi dirinya untuk memperbaharui diri ke arah yang lebih baik
dan malahan mempermalukan dirinya sendiri. Jadi secara ringkas teks ini
mengajak pembacanya untuk terus mendengar dan mendengar sebelum melakukan
sesuatu. Itulah tindakan yang berhikmat.
Jika dalam Amsal 18:13 disampaikan
dampak negatif dari sikap yang tidak bisa mendengar, maka berikut ini akan
disampaikan dampak yang positif ketika seseorang selalu mendengar[6]:
v Memberi
kesempatan untuk tenang sebelum berbicara, seandainya memberi respon dengan
marah, kaku, merugikan dan bahkan menyakitkan
v Memberi
kesempatan untuk melihat dua sisi hal-hal yang dibahas sebelum melakukan
tindakan. Banyak orang juga yang berpikir tetapi belum mendengar fakta, mereka
bertindak atas informasi yang tidak lengkap atau terdistorsi sehingga
menimbulkan semacam semburan ketika mereka menyampaikan informasi atau gosip.
v Mempunyai
efek penyembuhan yang sangat besar. Seseorang yang menunggu dengan hati-hati
dan menimbang bahasa serta perkataannya akan mempunyai kuasa ketika berbicara. Amsal 25:15 ”Dengan
kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut mematahkan tulang”.
Hendaknya mengucapkan ucapan yang tepat pada waktunya (Amsal 25:11-15).
Jadi jika
seseorang tidak suka mendengar maka ia sendiri akan kekurangan. pengertian dan
mempermalukan diri sendiri, sebaliknya jika suka mendengar maka ia mampu
bertindak bijaksana dan berhati-hati seperti hal-hal yang telah disebutkan di
atas.
Aplikasi
Dengan memperhatikan dampak
positif dan negatif dalam uraian ini maka setiap pribadi sebaiknya terus
mendengar. Dalam memberi respon hendaknya selalu menjadi pribadi yang mampu
memberi arti signifikan sehingga hidup ini mampu bermakna bagi orang lain
terlebih-lebih di hadapan Tuhan. Untuk itu ada dua pokok penting yang perlu
dikembangkan untuk mewujudkan sikap mendengar:
1.
Mengerti
Seseorang sering menanggapi
sesuatu tanpa pengertian utuh. Akibatnya ada banyak relasi buruk yang terjadi
hanya karena kesalahpahaman satu sama lain. Misalnya saja dalam kehidupan keluarga
antara suami dengan isteri atau anak dengan orangtua mengalami keretakan satu
sama lain. Suami menuduh isteri selingkuh, egois atau sebaiknya isteri juga
menuduh seperti itu. Anak-anak di dalam rumah tangga selalu menuntut dan
menuduh orangtua kurang bertanggung jawab. Cobalah untuk berkomunikasi satu
sama lain dengan hati terbuka, niscaya sikap mengerti dapat dibina dan akhirnya
kemampuan mendengar dapat terlaksana dengan baik.
2.
Bijaksana
Kendati seseorang sudah mengerti,
kadang-kadang yang terjadi adalah tindakan gegabah, mau menang sendiri dan
memaksakan kehendak. Jika tabiat ini yang dimiliki seseorang, maka sikap
mendengar tidak akan pernah terwujud. Cobalah untuk bersikap tenang, memohon
hikmat dan bimbingan dari Tuhan maka yakinlah dalam situasi serumit apapun
seseorang dapat berespon dengan bijaksana sehingga sikap mendengar mampu
terwujud dalam kehidupan nyata.
Kepustakaan
Collins
John. C.. Proverbs Ecclesiastes. Knox
Preaching Guides. (Atalanta: John Knox Press), 1946.
Draper,
James T., Jr.. Proverbs The Secret of
Beautiful Living. (Illinois:
Tyndale House), 1971.
Harris,
W.. The Preacher’s Complete Homiletic
Commentary. Proverbs. (Michigan: Grand Rapids), 1980.
Kidner,
Derek. The
Tyndale Old Testament Commentaries. Proverbs. (England: Inter-Varsity Press), 1964.
Longman, Tremper III. Hikmat & Hidup Sukses. terj. How to Read Proverb. (Jakarta:PPA), 2007.
TAMKI 2,
Ayub-Maleakhi. terj. The New Bible Commentary. (Jakarta: YAPKI/OMF)
[2] Tremper Longman III, Hikmat
& Hidup Sukses, terj. How to Read Proverb, (Jakarta:PPA), 2007, hal. 192.
[3] Derek Kidner, The Tyndale Old Testament Commentaries, Proverbs, (England:
Inter-Varsity Press), 1964,
hal. 129.
[4] W. Harris, The Preacher’s
Complete Homiletic Commentary, Proverbs, (Michigan:
Grand Rapids),
1980, hal. 544.
[5] John. C. Collins, Proverbs
Ecclesiastes, Knox Preaching Guides, (Atalanta: John Knox Press), 1946,
hal. 46.
[6] James T. Draper, Jr., Proverbs
The Secret of Beautiful Living, (Illinois:
Tyndale House), 1971, hal. 126.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar