Selasa, 23 Agustus 2022

TEOLOGI PERJANJIAN LAMA (Hakim-YEFTA) Hakim-Hakim 10-12

TEOLOGI PERJANJIAN LAMA

  Tokoh YEFTA

(By Silvia Tumarar, STh-Alumni STT Cipanas)

 

Pendahuluan

            Seperti halnya Kitab dari Yosua, arah yang baru di dalam studi dari Hakim-hakim diperkenalkan oleh Noth yang mencoba untuk menunjukkan bahwa Hakim-Hakim juga adalah satu bagian asli  dari sejarah Deuteronomis.  Lebih lanjut Noth berargumentasi bahwa figur dari Yeftah adalah yang ditemukan di dalam tradisi-tradisi yang tidak hanya dipimpin kepada penempatan daftar hakim-hakim sebelumn dan setelah kisah tentang Jephthah, tetapi juga menyediakan peluang untuk menyediakan kerangka  menginterpretasikan sejarah dari periode hakim-hakim, di mana para hakim bertindak sebagai pahlawan[1]. Apa yang disampaikan oleh para hakim ini merupakan yang sepenuhnya berasal dari Allah. Suatu hubungan kitab ini dengan Ulangan bisa ditandai oleh kedekatan dari tema `dosa'; Deut. Richter menduga bahwa  ini penyuntingan yang diarahkan untuk menciptakan suatu buku dari contoh-contoh di peristiwa pemulihan,[2]   di bawah pimpinan Raja Josua dan mengharapkan bahwa lewat pimpinannya Yahwe akan menolong bangsa yang penuh dosa itu, namun dengan penyesalan yang ada pada mereka.  

Zaman kerajaan Israel di didahului oleh zaman hakim-hakim. Kitab hakim-hakim ini menurut beberapa sumber mendapat pengaruh dari sumber D, karena di dalamnya terdapat tema-tema tentang dosa,hukuman, pertobatan dan keselamatan. Hal ini lebih diperjelas oleh Bommendaal, juga seperti yang diutarakan oleh Noth.  Dosa yang diperbuat oleh bangsa Israel menunjukkan bahwa mereka berlaku seperti bukan bangsa yang dipilih, sehinga Allah menghukumnya dengan memakai bangsa-bangsa lain untuk menjajah bangsa Israel. Karena Allah adalah yang berkuasa maka Ia memakai bangsa-banngsa lain di palestina dan daerah-daerah sekitarnya untuk menghukum orang Isarel. Salah satu kesalahan terbesar mereka adalah menyembah berhala. Ia membangkitkan tokoh pembebas jika umatnya berbalik kepadanya dan memperlengkapi para pembebas itu dengan kuasa Roh-Nya sehingga mereka dapat mengalahkan musuh dan mendatangkan kembali ketentraman dinegri itu.[3] Pembebas itu termasuk hakim-hakim. Contohnya tokoh Yefta dalam pembahsan kita ini. Menurut Blommendaal Yefta merupakan salah satu hakim yang penting karena yang membawa kemenangan untuk bangsa Israel dari serangan bangsa Amon. Sehingga banyak para ahli yang mengatakan bahwa ia termasuk Hakim-hakim besar.[4] Tujuan kitab hakim-hakim atau pengarang adalah menyajikan suatu teologi sejarah yang dasariah, yaitu dosa mengantar pada suatu penghukuman sedangkan pertobatan memberi pengampunan dan pembebasan. Hal ini sebenarnya mau menjelaskan bagi umat di pembuangan yang kehilangan tanah mereka dan bahwa hal itu terjadi karena dosa-dosa mereka. Sebenarnya dari kitab- hakim-hakim ini menurut sumber D, ada keinginan agar umat Israel taat kepada Allah. Sumber D ini muncul pada tahun 622 seb. Kr. Pada periode inilah  hakim-hakim bangsa Israel memperlihatkan suatu perkembangan atau perbaikan. Dan periode hakim-hakim ini juga dalam kehidupan agama banyak bangsa Israel juga yang sudah mengikuti atau yang sudah terpengaruh dengan bangsa Kanaan. Namun ada juga bangsa Kanaan yang sudah terpengaruh dengan bangsa Israel itu sendiri.

Teologi dari kitab hakim-hakim itu sendiri yaitu mengenai kemurtadan Israel yang menyebabkan datangnya ancaman atas negri itu sendiri (2:1-3;20:22). Dikatakan kemurtatan Israel kerena berkali-kali Israel melanggar perjanjian berpaling kepada allah-allah orang Kanaan. Apa yang dialami oleh bangsa Israel yaitu penindasan, kekacauan itu karena dosa yang berulang-ulang mereka buat.  Selain Kemurtatan Israel teologi dari hakim-hakim ini juga adalah Kasih setia Allah, Walaupun berkali-kali bangsa ini jatuh namun Dia tetap memberikan kelepasan, namun kelepasan yang Allah berikan tidak serta merta karena mendengarkan doa dari Isarel namun Allah tetap membiarkan mereka merasakan atau menanggung konsekuensi tindakan-tindakan mereka. Dia menyerahkan bangsa ini dalam tangan bangsa-bangsa asing. Namun Allah tetap setia pada janjinya yaitu melepaskan Israel.  Allah melepaskan bangsa ini atau membebaskan mereka bukan karena kebaikan bangsa ini melainkan karena kasih sayang Allah (2:16;18).[5]

 

Tokoh Yefta

            Yefta adalah seorang hakim Ibrani. Namanya yiftakh artinya Allah membuka (rahim). Sewaktu orang Israel tinggal di transyordan diancam oleh serangan habis-habisan orang Amon maka para tokoh masyarakat Gilead meminta Yefta menjadi komandan mereka. Permintaan seperti ini jelas terlihat suatu permintan yang bersifat pragmatisme artinya tidak melihat atau meragukan latar belakang siapa yang dipilih.[6]

Dengan demikian kisah sekitar pengangkatan Yefta sebagai hakim mulai mengerjakan satu catatan yang tidak menyenangkan. Yaitu pada waktu ia ditawarkan menjadi seorang hakim ada sebuah negosiasi yang terjadi  bahwa Yeftah akan setuju apabila para tokoh masyarakat Gilead itu berjanji bahwa ia akan tetap menjadi kepala walaupun pertempuran sudah selesai. Asal usul Yefta secara pasti tidaklah dikenal. Ia adalah anak seorang perempuan sundal Gilead, dan bangsa itu telah mengucilkannya karena asal usulnya yang meragukan itu. Ia lari ke negri Tob. Disana  ia menempuh kehidupan perampok bersama dengan sekawanan para petualang (11:3) . Hal yang menarik disini ialah penunjukan Yefta sebagai hakim tidaklah merupakan tindakan lanjut dari diungkapkannya kehendak Allah;oleh karena itu setidak-tidaknya pada permulaan karirnya, Yefta bukanlah seorang pemimpin kharismatis menurut pahamnya yang didalamnya istilah ini telah kita pergunakan sebelumnya. Jadi sesungguhnya apa yang telah mengangkat dia kepada kebesaran seorang hakim hanyalah pemilihan oleh sejumlah tua-tua Gilead mereka rela melupakan asal-usulnya dan mengakuinya sebagai seorang berbakat dan berani; hal inilah yang terihat suatu bentuk pragmantisme yang ditonjolkan dari sumber D itu sendiri.  Seperti hakim-hakim besar lainnya Yefta mempertemukan di dalam dirirnya kewibawaan yang luar biasa baik di dalam soal-soal politis maupun di dalam soal-soal kemiliteran di zaman pemerintahan para hakim.[7] Dalam menerima tugas barunya ini Yefta penuh dengan semangat dan kebijakan untuk mengunjungi seluruh daerah Gilead dan Manasye untuk memperoleh tentara tambahan. Yefta ketika melakukan pertempuran melalui kekerasan senjata ia telah dihinggapi Roh Tuhan sehingga ia menjadi pemenang disetiap garis pertempuran.

 

Teks yang menerangkan tokoh Yefta

Klaim-klaim Yefta melawan terhadap Ammon mencerminkan suatu kebersejarahan yang tinggi. Di dalam periode ini, ketika keberhasilan di dalam peperangan di mana-mana diakui sebagai suatu tanda dari kebaikan yang ilahi, Hal ini yang bisa dikatakan diyakini oleh Yefta sendiri. Cerita dari teks-teks Yefta sendiri dibagi dalam:

·         10:6-16  Pengantar

·         10:17-11:11 Panggilan Yefta

·         11:12-28      Perundingan Yefta dengan orang Amon

·         11:29-40       Nazar Yefta dan kekalahan orang Amon

·         12:1-7           Kekalahan orang Efarim

Pada bagian pengantar disini mengantar cerita mengenai yefta dan pada ayat-ayat ini hal yang paling penting adalah ketika mengusir dewa-dewa asing dari tengah-tengah mereka (16). [8]Pesona kepada Ammon, otoritas dewa penting cukup untuk mengambil resiko kegusaran Yahweh untuk membicarakan tentang dewa lain. Sebagai tambahan terhadap argumentasi yang menyempurnakan untuk damai sejahtera, ini juga sedikit instruksi religius.  Bahwa Jephthah diwakili sebagai Yahwist teoritis yang tegas yang biar bagaimanapun menyangkal keberadaan para dewa lain adalah, ini adalah suatu pandangan yang tak lazim unutk yefta namun sangat mengejutkan. Di dalam hal-hal dari diplomasi, menunjukkan konsep Yahwist yang praktis. Di dalam negosiasi Israel yang awal dengan Ammon Jefta bisa mengembalikan hal yang dapat dijadikan teladan hanya untuk awal hubungan-hubungan Israel dengan tetangga-tetangga Ammon; hubungan-hubungan yang  menyatakan secara diplomatis tidak tercela. Musuh Israel yaitu orang-orang Amon yang menduduki wilayah Moab. Pemanggilan Yeftah sebagai hakim 10:17-11:11, memperlihatkan dengan percakapan yang terjadi dengan kepala penduduk Gilead. Ini memperlihatkan bahwa jabatan hakim adalah hal yang penting yang meliputi baik bidang administrative maupun militer. Namun, ini tinggal hanyalah suatu dugaan, untuk tidak ada material untuk perbandingan selain dari gambaran yang singkat Othniel, hakim yang pertama, dan  yang patut dicontoh, di dalam edisi seorang yang pragmatis itu (3:7-11). (11:29-40) Yefta membuat suatu janji. Pernyataan ini di dalam bentuk akhir dari buku sungguh pasti menyiratkan suatu kekontrasan dengan pertunjukan dari Yefta "kata-kata" (11) dan negosiasi-negosiasi saksama nya dengan para penatua sebelum mengumpamakan jawatan tinggi nya. Janji, karena akan menghasilkan, dengan tergesa-gesa dan Jephthah adalah seperti itu ditandai untuk tragedi. dengan kata lain membentur adalah kontras antara Gideon, nama kecil siapa adalah Jerubbaal (Let-Baal-sue), dan Jephthah yang berkata pada akhirnya kepada raja Ammon, "Yahweh, Judge, akan memutuskan . . . !" ( 27). Bahwa janji ketika buat harus menjaga adalah engsel dari  kisah ini, di mana hanya putri Jephthah membawa hikmat, seperti halnya Jotham, orang yang selamat tapak kaki pembersihan Abimelech dari para putra Gideon (9:7-20).[9]

            Yefta membebaskan bangsanya dari penindasan orang Amon. Orang Israel pada masa itu melakukan hal yang jahat dimata Tuhan, sebab mereka berbakti kepada berhala. Allah menghukum mereka melalui siksaan yang dialaminya dari pihak orang Filistin disebelah barat sungai Yordan dan dari pihak orang Amon disebelah timur sungai Yordan. Sesudah Israel bertobat maka Allah menyelamatkan mereka. Orang Gilead meminta Yefta menjadi pemimpin.

            Yefta dikatakan adalah hakim kedelapan, (10:6-12:7). Roh Tuhan menyertainya dan ia membebaskan Israel dari ancaman Bani Amon.(11:29). Dalam teks-tek yang menceritakan mengenai tokoh yeftah ini (11:14-27)bahwa Yefta tetap menyampaikan pesan indah kepada Bani Amon bahwa Tuhan sendiilah yang merebut negri itu bukan bangsa Isarel.bahwa Tuhan sendirilah yang menjadi hakim antara bani Amon dan Isarel (11:27).Kisah ini bisa dikatakan sesuatu yang unik karena bukan hanya pertempuran yang sepatutnya menjadi perhatian utama dari hal ini dengan kemenangan yang ia dapati, namunada suatu  babak yang bisa dikatakan aneh, di introduction tadi telah disingging sedirkit tentang nazar dari yefta yang meu menyerahkan anaknya sendiri (11:30-31,34-40).Timbul dalam pertanyaan diri saya sendiri apa sebenarnya yang dimaksudkan oleh Yefta? Dalam ayat 31 dikatakan “Ia akan memeprsembahkan seseorang yang keluar, barabgsiapa yang keluar dari rumahnya”. Pada ayat 35 ada reaksi sedih dari Yefta ketika sadar ia akan memepersem,bahkan putrinya.Namun menjadi pertanyaan juga apakah Yefta benar-benar mempersemnbahkan anaknya atau tidak. Pertanyaan ini muncul karena teks tidak menjelaskan bahwa ia membunuh putrinya tapi hanya menjelaskan “ayahnya melakukan kepadanya apa yang ia nazarkan”(ay 39). Namun hukum dari Kanani yaitu boleh mempersembahkan korban manusia jadi mungkin Yefta terpengaruh dnegan hukum ini.(NIV,Boling,Judges, hal 208). Namun yang menjadi persoalan juga pada waktu itu dalam budaya Israel ada hukum atau larangan unutk mengorbankan manusia dan pelanggar akan dihukum atau dihakimi dihadapan nabi-nabi (Imamat 18:21;20:2). Jadi bisa dikatakan apa yang dilakukan oleh Yefta kalau menurut budaya yang berlaku pada waktu itu, karena tidak mungkin ia tidak tau budaya pada waktu itu; berarti apa yang ia lakukan merupakan hal yang gegabah. Namun apa yang sudah menjadi nazarnya hal itu harus ditepati dihadapan Tuhan dan itu merupakan perkara yang serius yang harus dipenuhi. Jadi satu sisi walaupun Yefta adalah seorang hakim yang diapakai oleh Allah disatu sisi ia juga adalah contoh pencemaran moralitas dan melakukan proses kanaanisasi.

 

  1.  Makna Teologis tokoh Yefta

Dilihat dari zaman hakim-hakim maka ada ketegangan juga di bidang keagamaan, selain ketegangan-ketegangan di bidang, ekonomi, industry, budaya, dan politik. Ketegangan keagamaan itu terjadi ketika ada dari bangsa kanaan yang sudah terserap ke dalam lingkungan Israel, tetapi juga sebaliknya banyak orang Israel yang sudah lama hidup di bawah pengaruh bangsa kanaan. Karena itu walaupun semua yang memasuki persekutuan Israel telah bersumpah untuk bersekutu dengan Tuhan, namun ibadah dan praktek agama kafir tidak secara otomatis berhenti. Alasan orang Israel dalam hal ini bahwa agama pertanian (lazim dilakukan oleh bangsa kanaan) perlu untuk kehidupan agraris. Dengan demikian mereka merasa perlu untuk meneruskan ibadah kesuburan; hal ini juga karena banyak orang Israel yang mulai mengembangkan kehidupan di bidang pertanian saat itu. tidak diragukan lagi bahwa ada usaha untuk menyesuaikan ibadah kepada Tuhan dan ibadah kepada Baal; bahkan ada di antara bangsa Israel yang berusaha menggabungkan ibadah kepada Tuhan dan ibadah kepada Baal. Dari sini dapat dikatakan bahwa kitab hakim-hakim, termasuk cerita Yefta memberikan informasi jelas tentang kekacauan teologi zaman hakim-hakim. Hal ini jelas dalami cerita Yefta yang adalah hakim dan juga disebut penyelamat.[10] Seperti yang sudah dijelaskan bahwa latar belakang Yefta yang juga adalah keturunan kafir, melakukan tindakan-tindakan dengan para perampok dan lain sebagainya. Namun dalam kekacauan teologi zaman hakim-hakim tidak membuat Yefta untuk terus berdiri pada teologi yang tidak jelas. Teologi yang Nampak dari hakim Yefta merupakan proses yang panjang. Awal dari pemilihan Allah kepada Yefta sendiri lewat bangsa Israel menunjukkan bahwa Yefta memiliki peranan penting dalam sejarah keselamatan (sejarah keslamatan merupakan sebuah tema yang ditekankan dalam kitab hakim-hakim[11]). Akibat dosa dan pelanggaran umat maka aka nada hukuman dalam bentuk kejatuhan terhadap musuh, yaitu bangsa Filistin dan Amon. Pada saat inilah umat sangat membutuhkan seorang pemimpin karismatik, terutama dalam perang. Dengan ketrampilan berperang yang dimilki Yefta, akhirnya secara public Israel ia diakui sebgai pemimpin karismatik yang mampu membawa kemenangan atas musuh. Namun menurut Von Rad keberhasilan para hakim dalam perang, termasuk Yefta merupakan aksi dari Yahwe sendiri untuk melawan musuh dan melindungi umatnya dalam perang suci ini melalui pemimpin-pemimpin perang (para hakim)[12]. Di samping itu kita dapat melihat bahwa ada perkembangan teologi yang jelas dalam kisah Yefta. Yaitu ketika ada campur tangan Yahwe sendiri dalam diri Yefta, juga ada reaksi atau respon Yefta yang pragmatis tetapi memiliki arti teologi yang cukup mendalam, yaitu ketika ia berharap penuh kepada Yahwe dan melanjutkan sebuah nazar yang tidak lazim dalam umat Israel sendiri (lih. Nazar Yefta[13]).   

Teologi dari Yefta dapat juga kita lihat dari pengaruh peredaksian ulang kitab hakim-hakim oleh Deuteronomi. Teologi dari kelompok ini sangat menekankan tema-tema dalam sejarah keselamatan, misalnya yang berhubungan dengan dosa atau kejatuhan umat, ada penghukuman tetapi juga ada pemulihan dari Allah sendiri sebagai bentuk kesetiaan dan cinta kasih-Nya terhadap umat; yang juga melihat pada reaksi umat untuk berbalik kepda Allah. Dilihat dari pengalaman iman dan teologi Yefta, unsure-unsur ini dapat kita lihat. Selanjutnya perlu diperhatikan cirri peredaksian Deoteronomi dalam cerita Yefta yang awalnya menunjukkan latar belakang teologi yang tidak jelas dari Yefta (ketidakjelasan ini diawali dengan bukti bahwa Yefta adalah keturunan kafir dan hidup bersama kaum perampok) dan kemudian menunjukkan sebuah ketegasan teologi Yefta yang berdasar pada Yahwe. Peredaksian yang dilakukan oleh kelompok Deuteronomi mengenai kisah Yefta menunjukkan salah satu cirri khasnya yang tidak segan-segan untuk melaporkan sesuatu hal yang lazim bagi orang Israel. Atau dengan kata lain kelompok ini tidak hanya menunjukkan sesuatu yang ideal berdasarkan pemahaman iman Israel, tetapi juga yang terburuk sekalipun dalam seorang tokoh (dalam cerita Yefta ini, walaupun Yefta disebut sebagai seorang hakim yang juga penyelamat umat dari musuh, tetapi ia juga dilaporkan merupakan kaum keturunan kafir dan pernah bergabung dengan kawanan perampok). Namun dalam kekurangan dan kelebihan dari tokoh dan teologi Yefta ini, kita dapat melihat sebuah nilai teologi pragmatis.  

 

Refleksi

Kalau mau berefleksi dari pembahasan ini penulis melihat bahwa keberadaan Yefta ini adalah suatu anugrah bagi bangsa Israel. Karena dengan penuh semangat dan perjuangan keras ia mau menjadi pemimpin atas perang tersebut. Keberadan Yefta dengan mempersembahkan anknya penulis melihat itu adalah suatu bukti bahwa Yefta berpasrah penuh kepada Allah yang ia kenal, nazar yang disampaikan Yefta benar-benar ia tepati. Walaupun nazar ini masih banyak diperdebatkan tetapi saya mengakui bahwa ada sebuah bentuk ketaatan, kejujuran dan konsistensi (yang ekstrim) dari Yefta. Dan mungkin juga nazar ini dipengaruhi oleh kebiasaan agama kafir dalam hal mempersembahkan koraban manusia. Bagi kita sekarang memang nazar masih berlaku dan dapat dilakukan oleh setiap kita yang dengan tulus, jujur dan konsisten mau melakukannya. Tetapi prinsip dari nazar bukan materi yang dipakai untuk nazar. Yang harus kita pahami dan lakukan adalah sebuah bentuk pengharapan penuh kepada Allah dan kestiaan kita, sebagaimana Ia telah melakukan-Nya bagi kita. dalam mengembangkan sebuah teologi yang praghmatis pun seringkali kita atau para teolog gagal. Karena teologi yang dibangun hanya berdasar pada pengetahuan kognitif, konseptual, dan penelitian semata. Tentu yang dilakukan Yefta ada pada konteks perang, dan hal ini berbeda dengan kita. Namun pada prinsipnya nilai prgahmatis dalam bentuk ketaatan, pengakuan penuh pada Allah, dan sikap berbalik kepada jalan Allah dapat kita kembangkan dalam teologi kita zaman ini. Hal ini bisa diwujudkan dalam studi dan pelayanan kita nanti. Di zaman yangpenuh krisis ini kita atau umat Allah/jemaat sangat mengharapkan pemimpin yang berkarisma, yang pragmatis dan mau untuk mengaktualisasikan dirinya secara langsung dan nyata bagi mereka. Oleh karena itu pertanyaan bagi saya dan kita semua adalah mampukah kita dengan segala ilmu yang didapatkan selama ini bisa diwujudkan dalam semua dimensi kehidupan kita, baik sekarang maupun nanti? Karena yang dilihat public atau umat bukanlah perbendaharaan teori yang banyak tetapi aksi yang nyata. Karena juga aksi yang akan kita buat sebagai seorang pemimpin dilihat sebagai re-presentatif aksi Allah dalam hal melindungi dan membebaskan umat-Nya dari masalah-masalah yang dihadapi mereka. Tentu di sini saya tidak berharap agar kita menjadi juruselamat tatapi wakil Allah yang praghmatis dalam hal memberitakan dan melakukan arti pembebasan secara holistic dalam konteks kita saat ini.

 

KEPUSTAKAAN

 

Von Rad., Old Testament Theology :Vol 1, Edinburgh & London : Oliver & Boyd, 1962 Otto Kaiser, Introduction to the OT, Basil Blackweill Oxford

Lasor., Pengantar Perjanjian Lama, Jakarta: PT BPK Gunung mulia,2007

J., Blommendaal., Pengantar kepada Perjanjian Lama, Jakarta:PT BPK Gunung Mulia,1979

Cundall, An Intruduction and Commentary, llionis: Intervarsity, 1968

Ensiklopedy Alkitab Masa Kini, Jakarta: Yayasan komunikasi bina kasih, 1995

J. Alberto Sogin,Di zaman pemerintahan para hakim, Jakarta: Pt BPK Gunung Mulia,1975

Tafsir Alkitab PL, Yokyakarta: PT Kanisius, 2002

The Ancor Bible

 



[1] Otto Kaiser, Introduction to the OT, (Basil Blackweill Oxford), hal. 144

[2] Ibid., hal, 147

[3] Pengantar Perjanjian Lama, Lasor , Jakarta: PT BPK Gunung mulia,2007), 309-310

[4] Pengantar kepada Perjanjian Lama, Dr.J. Blommendaal, (Jakarta:PT BPK Gunung Mulia,1979) 72-75    

[5] Cundall, An Intruduction and Commentary, (Illionis: Intervarsity, 1968)45-47.

[6] Ensiklopedy Alkitab Masa Kini, (Jakarta: Yayasan komunikasi bina kasih, 1995),553

[7] J. Alberto Sogin,Di zaman pemerintahan para hakim, (Jakarta: Pt BPK Gunung Mulia,1975) 52-53

[8] Tafsir Alkitab PL, (Yokyakarta: PT Kanisius, 2002).261

[9] The Ancor Bible,hal206-207

[10]  Anchor Bible., op.cit.hal.7

[11]  Von Rad., Old Testament Theology :Vol 1, (Edinburgh & London : Oliver & Boyd, 1962), hal 327

[12]  Ibid., hal, 328

[13] Walaupun nazar ini masih banyak diperdebatkan tetapi saya mengakui bahwa ada sebuah bentuk ketaatan, kejujuran dan konsistensi yang ekstrim dari Yefta. Dan mungkin juga nazar ini dipengaruhi oleh kebiasaan agama kafir dalam hal mempersembahkan koraban manusia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar