Selasa, 12 Maret 2019

Studi Amsal 21:9


By Fergie Lourency Baweleng STh  (050538)
“STUDI AMSAL 21:9 ”
PENDAHULUAN
            Lebih baik duduk di atas sudut atap rumah daripada bersatu/bersama di rumah dengan wanita yang suka bertengkar. Sekilas amsal pendek ini seakan-akan ingin menunjukkan kepada kita sikap pesimis dari seorang laki-laki terhadap hubungannya dengan seorang perempuan (suami-istri). Perempuan yang suka bertengkar dan pemarah membuatnya tidak tenang, gelisah, bahkan mungkin kecewa sehingga baginya lebih baik tinggal di atas sudut atap rumah. Mungkin orang akan bertanya apakah masih perlu hidup dengan perempuan semacam ini. Apakah tidak ada solusi lagi untuk mengatasi hal ini, terutama bagi mereka yang telah masuk dalam pernikahan kudus? Atau mungkin amsal ini adalah sebuah bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan? Karena sangat mungkin seorang laki-laki bisa memiliki sifat pemarah dan suka bertengkar. Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin akan ada gambaran jawabannya apabila kita meneliti dan mengambil pesan apa yang ingin disampaikan penulis amsal ini kepada kita.
TAFSIRAN
Terjemahan bebas
` `rb,x'( tybeîW ~ynI©y"d>mi÷ tv,aeîme gG"+-tN:Pi-l[; tb,v,îl' bAjª
 Lebih baik duduk di atas sudut atap rumah daripada bersatu/bersama di rumah dengan wanita yang suka bertengkar.
Struktur dan Bentuk
            Amsal ini termasuk dalam bagian kedua dari kitab amsal secara keseluruhan, yaitu amsal-amsal pendek atau amsal yang lebih spesifik. Dari segi bentuknya, amsal ini merupakan bentuk paralelisme ‘lebih baik…..dari pada…..’ Dalam bahasa Ibrani, bentuk amsal ini dimulai dengan kata yang berarti ‘lebih baik’. Di sini kita dapat memperhatikan bahwa bentuk paralelisme ‘lebih baik…dari pada….’ Hendak menampilkan nilai relative dari dua hal. Hal-hal yang diperbandingkan adalah kepemilikan materil dengan kualitas relasi[1].  
Tafsiran
            Sebelum kita membahas baris pertama amsal ini, terlebih dahulu kita melihat siapakah sosok wanita yang dimaksudkan dalam baris kedua. Daripada bersatu/bersama di rumah dengan wanita yang suka bertengkar. Wanita yang dimaksudkan di sini adalah wanita yang sudah menikah (eset), karena ia tinggal dengan seorang laki-laki yang telah menjadi suaminya. Idealnya seorang istri yang telah tinggal dengan suaminya harus juga tinggal dalam rumah yang penuh persahabatan/harmoni[2]. Namun yang terjadi menurut amsal ini, wanita sering bertengkar atau membuat cekcok dengan suaminya. Menurut Derek Kidner wanita ini disebut dengan wanita yang cerewet[3], jadi mungkin digambarkan atau dinyatakan dengan kata-kata lewat bibirnya. Berbeda dengan tokoh-tokoh ini, dengan menghindari diskriminasi atau pendeskreditan terhadap kaum wanita, W. Harris menyatakan bahwa wanita ini digambarkan dengan temperamen yang tidak stabil/normal (ill-temper). Temperamen inilah yang menguasainya, sehingga ia selalu cerewet dan muram. Temperamen ini tidak dibuat-buat atau direncanakan terlebih dahulu, tetapi muncul secara spontan. Jadi menurut Harris sikap wanita ini bukan seperti badai yang penuh nafsu[4].  
            Apakah adalah sebuah penderitaan besar bagi seorang suami apabila dengan tiba-tiba istrinya mencercanya dengan teriakan keras, atau dalam peristiwa tertentu istrinya juga memarahinya dengan tiba-tiba, memarahi anak-anak dan juga pembantunya? Menurut Matthew Henry sikap ini bukan saja membuat suami ini menderita secara batin tetapi juga menjengkelkan seluruh jiwa dan pikirannya. Mengapa demikian? Karena kemungkinan besar situasi yang dibuat istrinya akan mengganggu pekerjaannya, mencoreng integritasnya di dalam keluarga maupun di masyarakat. Kemungkinan besar amsal ini dituliskan berdasarkan pengalaman penulis yang adalah seorang terkenal di mata masyarakat dan bangsanya. Ia memiliki rumah yang luas dan megah. Memiliki pembantu yang banyak, dan kerabat yang terhormat. Temperamen istrinya yang menjengkelkan ini akan mempengaruhi hubungannya dengan teman atau rekan-rekannya yang akan bertamu ke rumahnya.  Kesenangan dan persahabatan yang didambakan di dalam keluarga dan relasi sang suami dengan masyarakat serta teman-temannya tidak akan didapat lagi. Ia hanya akan merasa malu dan menderita batin dengan situasi istrinya ini[5]. Bagi penulis kondisi hati yang luka dan kecewa, rasa malu yang mendalam serta hati yang penuh kejengkelan dari laki-laki atau sang suami adalah wajar sebagai seorang manusia.
            Dengan melihat wanita dan sifat serta perilakunya ini apakah seorang laki-laki atau suami harus meninggalkannya atau menceraikannya? Amsal ini memberikan jawaban yang menakjubkan bagi kita. Sang suami atau laki-laki ini memiliki hikmat untuk menyelesaikan masalah ini. Ia tidak menceraikan istrinya, karena yang melebihi penderitaan dan kejengkelannya adalah kasih sayang terhadap istrinya. Juga karena ia menjaga kekudusan dalam sebuah pernikahan dan rumah tangga. Hikmatnya ini diejawantahkan lewat pilihan sikap berdiam diri di atap/sotoh rumahnya ‘lebih baik tinggal di atas sudut atap rumah?  Menurut amsal, suami atau laki-laki ini tetap tinggal atau hidup dengan istrinya, oleh karena itu ia harus memberi jalan keluar terhadap masalah istrinya ini. Atap rumah adalah tempatnya untuk menyendiri dan menenangkan batinnya. Atap rumah sebenarnya bukan sebuah tempat yang selalu menyenangkan. Di atap rumah panas matahari sangat terasa kalau siang hari. Dan kalau hujan serta badai datang siapapun yang berdiam diri di atap rumah akan basah kuyup dan terhempas jatuh. Kalau tengah malam angin yang berhembus di atap rumah sangat dingin dan bisa menyebabkan orang jatuh sakit. Tetapi masih  ada hal-hal yang menyenangkan untuk beristirahat di sudut atap rumah. Hujan tidak selalu turun, badai tidak selalu menghempas; matahari masih bisa memberikan sebuah kesejukan dari sinarnya, angin malam masih bisa menghembuskan kesejukan refresing[6]. Situasi di sudut atap rumah ini dibandingkan dengan wanita atau istri yang terus menerus bertengkar, maka sang suami memilih lebih baik duduk di sudut atap rumah. Karena mungkin di sudut atap rumah yang rawan badai dan hujan sekalipun masih bisa memberikan kesejukan dan ketenangan sewaktu-waktu. Sedangkan istri yang terus-menerus bertemperamen tinggi dan suka bertengkar mungkin jarang untuk memberikan suasana damai di rumah, terutama dalam relasinya dengan sang suami. Sungguh sebuah sarkasme yang keras[7] dari amsal ini.   

KESIMPULAN
Dari hasil tafsiran di atas dapat penulis simpulkan beberapa hal, antara lain :
1.      Pertengkaran pasti selalu ada dalam setiap rumah tangga. Baik itu yang ditimbulkan oleh suami, istri, anak maupun sanak keluarga. Namun dalam amsal ini wanitalah yang digambarkan suka bertengkar sehingga membuat suami dan orang-orang di sekitarnya merasa jenuh bahkan menderita. Kalau kita perhatikan ini bukan sebuah pendeskreditan terhadap kaum perempuan. Karena mungkin yang dilihat dan dialami laki suka bertengkar, karena ia pun manusia yang punya kelemahan dan potensi untuk marah atau bertengkar. Mungkin juga kita perlu untuk melihat konteks budaya Yahudi yang sangat memberikan dominansi kaum laki-laki di segala bidang. Oleh karena itu memang mungkin kurang etis secara budaya kalau laki-laki yang dikatakan suka bertengkar.

2.      Penulis tidak melakukan sebuah penelitian psikologis untuk melihat potensi tertinggi dalam hal bertengkar dan marah antara laki-laki dan perempuan. Tetapi berdasarkan pengalaman, seperti yang dialami penulis amsal ini, memang perempuan yang sering bertengkar/cerewet. Tapi kebanyakan cerewetnya itu pun karena ulah suami atau ada sebuah masalah keluarga. Oleh karena itu, memang sebagai suami harus memberi jalan keluar dan pengertian, mungkin tidak harus tinggal di sudut atap rumah tetapi melakukan tindakan lain yang meredam suasana menjadi kondusif.

3.      Satu hal yang perlu kita ingat bahwa apabila ada pertengkaran antara suami-istri, tidak harus sang suami atau istri harus saling meninggalkan, tetapi mencari solusi untuk damai. Karena ada sebuah ikatan perkawinan yang kudus antara keduanya. Ini harus ada tanggung jawab pemeliharaan kekudusan sebuah pernikahan karena akan berhubungan dengan pertanggunggjawaban kepada Allah.


4.      Kalau ada istri atau suami yang suka bertengkar, munculkanlah cinta dan kasih sayang dari hati. Karena inilah obat yang paling mujarab untuk meredam sebuah pertengkaran.

5.      Sikap suka bertengkar mungkin sebuah masalah ill-temperamen (psikologis) oleh karena itu bukan tidak mungkin untuk dirubah. Jadi, untuk merubahnya harus ada dukungan dari pasangannya.
RELEVANSI
            Dari studi amsal ini dapat kita relevansikan nilai-nilai atau pesan etis dan hikmat bagi kehidupan gereja masa kini. Misalnya :
1.      Ada banyak perceraian ataupun pisah ranjang di keluarga-keluarga Kristen saat ini. Salah satu pemicunya adalah masalah suka bertengkar. Bertengkar karena kebiasaan atau habit, juga karena cemburu, iri hati, dendam dan lain sebagainya. Dan biasanya alasan para suami yang menceraikan istrinya adalah karena istrinya suka bertengkar/cerewet. Para suami tidak harus langsung mengambil sikap seperti ini, tetapi harus menjadi bijak dan juru damai. Istripun harus berbenah dan belajar seperti sudut atap rumah dan suasananya yang tidak selalu buruk, tetapi juga memberikan kesejukan dan ketenangan. Hingga akhirnya benar-benar menjadi istana yang damai dan harmonis.

2.      Amsal ini juga bisa bernilai pengajaran bagi kaum muda yang belum menikah atau mendapat tambatan hatinya. Bagi kaum muda, mereka harus benar-benar dan bijaksana dalam memilih pasangan hidupnya. Caranya adalah semasa pacaran sikap keterbukaan dari masing-masing harus ada. Masa pengenalan atau penjajakan harus dilalui oleh mereka dengan baik. Setiap karakter, sikap, bahkan kelemahan-kelemahan harus sudah dikenal semasa pacaran.

KEPUSTAKAAN
Delitzsch, Franz.,  Biblical Commentary on the Proverbs of Solomon Vol.II, Michigan : WM. B. Eerdmans Publishing Company, no date
Harris, W., The Preacher’s Complete Homiletic : Commentary on the Book of the Proverbs, Michigan : Baker Book House, Grand Rapids, 1980
Henry, Matthew., Commentary of Proverb, Bible Works 7.
Kidner, Derek., The Tyndale Old Testament Commentaries : Proverbs : an Introduction & Commentary, Leicester : Inter-Varsity Press, 1964
Longman III, Tremper., Hikmat dan Hidup Sukses, terj. James C. Pantou, Jakarta : PPA, 2007
https://youtu.be/518Gvhaoh20https://youtu.be/518Gvhaoh20


[1]  Tremper Longman III, Hikmat dan Hidup Sukses, terj. James C. Pantou, (Jakarta : PPA, 2007), hal. 47
[2]  Franz Delitzsch, Biblical Commentary on the Proverbs of Solomon Vol.II, (Michigan : WM. B. Eerdmans Publishing Company, no date ), hal. 69
[3]  Derek Kidner, The Tyndale Old Testament Commentaries : Proverbs : an Introduction & Commentary, (Leicester : Inter-Varsity Press, 1964), hal. 142.
[4]  W. Harris, The Preacher’s Complete Homiletic : Commentary on the Book of the Proverbs, (Michigan : Baker Book House, Grand Rapids, 1980),  hal. 613
[5]  Matthew Henry, Commentary of Proverb, Bible Works 7.
[6]  W. Harris., loc.cit., hal. 613
[7]  Tremper Longman III, op.cit., hal. 184

Nehemia 4:1-23 Membangun Sambil Berjaga-jaga


BY FERGIE BAWELENG STH
TEMA : MEMBANGUN SAMBIL BERJAGA-JAGA (NEHEMIA 4:1-23)
Tujuan Dan Sasarannya:
1. Menjelaskan pada jemaat tantangan yang dihadapai nehemia dalam memimpin bangsa   membangun tembok yerusalem
2. Jemaat mengerti bagaimana nehemia siap dan selalu sigap dalam melakukan perkerjaan Tuhan
3.  Jemaat belajar bari kepemimpinan nehemia yang selalu siap dan sigap untuk melayani.

Bapak/ibu serta saudara-saudari yang terkasih dalam Tuhan kita Yesus kristus…
            Salah satu kekuatan dari sebuah Negara atau komunitas pada era perang di zaman dulu adalah membuat pertahanan secara fisik untuk membentengi diri dari serangan musuh. Walaupun terlihat eksklusif tapi itulah strategi yang relevan dengan konteks perang. Mungkin kita bisa melihat bekas-bekas benteng dari Negara penjajah di tanah air maupun benteng-benteng kerajaan-kerajaan di Indonesia. Atau yang terkenal di dunia sampai saat ini adalah tembok Cina yang begitu kokoh. Semua bentuk benteng atau tembok yang memagari sebuah komunitas atau Negara sangatlah penting dan menunjukkan kekuatan sebuah Negara atau komunitas. Lemah atau rapunhnya sebuah benteng akan menunjukkan juga kelemahan sebuah Negara/komunitas. Oleh karena itu benteng-benteng yang dibangun biasanya terbuat dari batu-batu besar, yang terpilih, dan dicampur dengan unsure-unsur perekat/penyambung bangunan yang terpilih pula. Benteng atau tembok itu pun dibangun dengan dasar yang kuat, bukan dibangun di tanah yang berpasir/berair sehingga mudah runtuh. Dalam pembangunan benteng-benteng ini ada tantangan yang begitu berat, terutama tantangan dari musuh di luar. Contohnya ketika pada  episode atau masa di mana benteng ingin di bangun atau bahkan sementara dibangun musuh sudah terlebih dahulu menghancurkannya. Sesuatu pekerjaan yang menyedihkan dan butuh strategi pertahanan yang ekstra.
Kenyataan-kenyataan ini bisa membawa kita untuk mengerti gambaran tembok Yerusalem yang akan dibangun oleh Nehemia dan umat Israel setelah dari pembuangan.
            Tantangan selalu ada dan membayang-bayangi kehidupan semua umat manusia dari dulu hingga sekarang. Hal ini dialami juga oleh umat Israel sepanjang sejarah kehidupan mereka. Khususnya pada masa Nehemia.
Kita tahu bahwa Nehemia adalah seorang nabi yang dipanggil Tuhan untuk memimpin sebuah tugas pemulihan Yerusalem dan seluruh umat Israel yang ikut kembali dari pembuangan. Pada masa itu diberitahukan kepada kita bahwa meskipun sudah hamper satu abad setelah orang Yahudi kembali dari pembuangan di Babel, mereka tetap hidup sebagai bangsa yang hancur, suatu keadaan yang dilambangkan dengan keadan tembok Yerusalem Yang hancur. Sebelum Nehemia kembali ke Yerusalem, ia telah mendengar berita dari beberapa orang Yahudi bahwa keadaan Yerusalem/Yehuda sangat memprihatinkan. Contohnya ketika umat ingin membangun kembali tembok yang runtuh, mereka diserang oleh Sanbalat (raja di Samaria- lih. Ezra 4:8-23) dan Tobia (raja Amon). Juag keadaan umat yang tidak bersatu, ibadah yang tidak berpusat pada Allah dan krisis-krisis lain yang dialami bnagsa Israel.  Sebagai seorang Yahudi dan bagian dari uamt Allah, ia merasa sedih (lih.1:1-11, panggilannya) dan memberikan simpatinya yang dalam untuk umat Israel secara keseluruhan. Ia menuangkan kesedihan dan keprihatinannya itu dalam doa yang luar biasa kepada Allah. Ia memohon agar Allah lah yang bertindak dalam memulihkan keadaan umat di Yerusalem. Akhirnya Allah menjawab doanya, dengan meluluhkan hati raja Artasasta (raja Persia zaman itu) yang memeberikan izin dan dukungannya kepada Nehemia untuk kembali ke Yerusalem guna membangun kembali tembok dan umat Israel yang porak-poranda keadaannya (lih. 2:1-10). Luluhnya hati Nehemia juga karena kepercayaan raja Artasasta akan kesetiaan yang telah ditunjukkan Nehemia selama ia menjadi pelayan raja itu.  
            Nehemia akhirnya resmi ke Yerusalem dan meninjau keadaan kota serta kemuadian mengajak umat untuk kembali membangun tembok yang sudah runtuh itu (lih. 2:11-20). Pada periode awal pembangunan ini ternyata musush-musuh Yehuda masih terus member ancaman maupun tuduhan yang tidak benar kepada raja Artasasta yang melindungi Nehemia. Nehemia disebu sebagai orang yang akan memimpin umat Yahudi untuk meberontak terhadp Raja. Namun nehemia tidak takut dengan ancaman itu karena ia yakin bahwa bukan Artasasta yang melindunginya tetapi Allah.  Pembangunan pun akhirnya dimulai dan sudah mencapai sebagiannya, seperti yang kit abaca dalam teks hari ini.
            Dalam teks ini jelas bahwa ketika tembok Yerusalem sedang dibangun kembali oleh umat Israel/orang Yahudi yang kembali dari pembuangan, dengan kepemimpinan dan prakarsa Nehemia, ada tantangan dari bangsa lain, dan jumlahnya lebih dari satu bangsa (Orang Arab, Orang Amon, orang Asdod, orang Samaria,t – ay. 7). Secara geografis keempat daerah/suku bnagsa ini berada mengelilingi Yerusalem. Jadi kita bisa mengerti bahwa Yerusalem benar-benar dikepung oleh musuh. Di sini juga terlihat Sanbalat dan rekannya Amon, Tobia (ay.1-5) untuk ketiga kalinnya tampil untuk melawan umat Israel (bnd.2:10, 19). Awalnya tantangan itu datang secara lisan yaitu melalui olokkan/ejekkan, yang bertujuan untuk melumpuhkan semangat atau optimism umat Israel dan Nehemia dalam membangun kembali puing-puing tembok/kota Yerusalem (lih + baca ay. 1-3).  Ejekkan mereka di buahi juga dengan amarah (ay. 7) yang luar biasa sehingga menunjukkan bahwa ada rasa benci dan semnagat untuk menghancurkan umat Israel dan tembok yang mereka bangun kembali. Kebencian dan amarah bangsa-bangsa itu dan pemimpin-pemimpinnya berujung pada sebuah kesepakatan jahat dan keji yaitu mereka akan berperang melawan umat Israel dan Nehemia serta akan mengacaukan segala yang ada dan sedang dibangun di Yerusalem (ay. 8). Situasi krisis dan genting seperti ini mempengaruhi mental, semangat dan keadaan umat yang sedang membangun tembok Yerusalem. Umat merasa takut (lih.ay. 12-dst), di mana terlihat orang-orang Yahudi berdatangan dari mana-mana dan melaporkan sudah sepuluh kali ada serangan. Kota dan umat kini benar-benar menghadapi situasi yang rapuh, dan Nehemia menghadapi kedua problem ini dengan tepat.
            Dalam menghadapi ancaman seperti ini, seperti halnya kita saat ini yang mungkin menghadapi banyak tantangan, kemungkinan besar ada rasa gelisah sebagai manusia biasa. Tetapi ada beberapa hal yang menarik dari pihak umat Israel, terutama Nehemia sebagai pemimpin mereka. Nehemia, khususnya, sebagai pemimpin yang cukup handal, bijkasana, berani, semangat dan terutama sebagai pemimpin yang mengandalkan kekuatan penuh daripada Tuhan, tampil dengan gigih dan strategis mempertahankan optimism seluruh umat untuk membangun dan bertahan terhadap ancaman musuh. Dari teks ini kita bisa melihat beberpa citra dan strategis dari nabi Nehemia sebagai pemimpin yang motorik (memberi semangat, motivasi, serta Doa) , antara lain :

1.      Langkah pertama yang ia lakukan adalah berdoa kepada Allah sebagai sumber kekuatan utama mereka dalam membangun. Ia tidak sendiri tetapi ia mengajka seluruh umat yang ada pada saat itu, bahkan pemimpin-pemimpin dan penguasa-penguasa yang tururt serta dalam pembangunan itu,  untuk mengadukan perkara mereka kepada Allah. (ay. 4-6, 14). Ia menyerukan agar ketakutan umat kepada musuh diganti dengan hanya Takut akan Tuhan. Seperti halnya dalam pasal 2:20, Nehemia tidak menanggapi apa yang dikatakan musuh, tetapi sekali lagi ia mengarahkan perhatiannya kepada Allah. Ia menaggapi kejahatan musuh-musuh itu bukan sebagai penghinaan terhadap kota (bnd.ay 2-3) tetapi langsung terhadap rakyat (ay,5). Ia melihat bahwa mempertahankan kota Yerusalem adalah sama dengan membela umat/bangsanya sendiri.
2.      Strategi yang berikutnya adalah ia membuat seruan kepada seluruh umat, untuk terus membangun, jangan terprovokasi dengan ejekan dan amarah musuh.  Dalam pekerjaan ini juga menginstruksikan rakyat menurut kaum keluarganya untuk bertahan dengan pedang, tombak dan panah di bagian-bagian yang paling rendah dari tempat itu, di belakang tembok, di tempat-tempat yang terbuka. Di sini kita melihat bahwa Nehemia memilih keluarga sebagai salah satu pilihan utama untuk terlibat dalam mempertahankan keutuhan bnagsa/umat dari serangan musuh. Tanpa kecuali, semua anggota keluarga terlibat. Ini adalah sebuah kemampuan strategi perang yang diperlihatkan oleh Nehemia.
3.      Setelah ia memberitahukan bahwa Allah yang berperang bagi mereka, dan hal ini terbukti dengan kekalahan musuh, ia tidak tinggal diam, tetapi ia tetap mengerahkan rakyatnya, pasukannya, pemimpin-pemimpin Israel untuk terus berjaga-jaga dengan pedang, perisai, tombak dll, sambil tidak menghentikan pekerjaan pembangunan tembok dan kota Yerusalem (14-21). Yang bisa bekerja dengan dua tangan terus bekerja, yang hanya bekerja dengan satu tangan maka tangan yang lain memegang pedang. Hal ini ditambah juga dengan penjagaan yang ekstra dari pasukan-pasukan Israel yang terpilih.
4.      Hal lain yang sangat menarik dari peristiwa ini adalah ketika Nehemia sebagai sosok pemimpin, ia tidak hanya menginstruksikan rakyat atau anak buahnya untuk berjaga-jaga, tetapi ia sendiri juga berjaga-jaga dengan pedang sampai tidak sempat menanggalkan pakaiannya sebagaimana halnya dengan anak buahnya (ay. 23.). ini menunjukkan pemimpin yang rendah hati dan siap berkorban demi keutuhan umat atau rakyatnya.
5.      Akhirnya dapat kita melihat juga bahwa optimisme dan keberanian Nehemia untuk mengadukan perkara ini kepada Allah didukung oleh pengetahuan dan keyakinannya terhadap umat, di mana ada kesatuan dan kesungguhan hati mereka untuk membangun kembali Yerusalem (ay. 6)
APLIKASI
Dari kisah ini kita banyak belajar dalam menghadapi situasi pelayanan dan pemgembangan nya di berbagai dimensi, terutama dalam menghadapi berbagai ancaman yang kemungkinan besar bisa melumpuhkan semangat kita.  Secara umum gereja di mana-mana menghadapi tantangan yang berat, terutama dari pihak-pihak yang tidak mampu menerima kehadiran gereja. Anacaman itu bisa secara fisik tetapi juga bisa melalui pelumpuhan mental, terutama iman kepercayaan kita kepada Allah. Mungkin mereka mengolok-olok/mengejek kita, marah dengan apa yang kita buat dalam pelayanan, apalagi pelayanan yang sedang berkembang. Saya merasa bahwa tantangan itu selalu membayang-bayangi pelayanan kita. Oleh karena itu setiap saat dan situasi apa pun kita harus berjaga-jaga, apalagi dalam membangun pelayanan di gereja kita. Cara kita berjaga-jaga mungkin tidak dengan pedang atau tombak, tetapi dengan DOA. Doa yang kita lakukan bukan hanya 1 atau 2 orang jemaat, tetapi oleh seluruh jemaat, tanpa kecuali. Bahkan anak-anak kita pun harus diajarkan untuk mendoakan gereja dan pelayanannya. Seperti yang dibuat Nehemia, ia yang menyerukan tetapi ia juga yang tetap terlibat. Oleh karena itu sebagai pemimpin tetaplah semangat, sigap dan siap selalu menjadi motivator serta penyemangat umat dalam pelayanan. Sebalaiknya umat pun harus siap dan sigap dalam mendengar seruan dan ajakan pemimpinnya untuk bersama-sama melayani, terutama mempertahankan keutuhan dan kekohan gereja ini. Kita juga harus belajar untuk siap menyatukan satu visi pelayanan dengan kesungguhan hati secara bersama-sama, bukan dilakukan aleh satu atau dua orang, atau hanya pemimpin dan beberapa kelompok umat. Seperti yang dikatakan Nehemia dalam pengaduannya kepada Allah, bahwa ia melihat mereka yang sedang bersama-sama membangun puing-puing kota dan tembok yang runtuh itu memiliki kesungguhan hati. Disana disebut kata mereka, yang berarti semua bangsa. Strategi lain yang dipakai Nehemia adalah mengajak setiap kaum atau keluarga secara keseluruhan dalam menghadapi musuh dan pembanguna kota. Oleh karena itu hal ini baik untuk kita kembangkan dalam pelayana. Di mana keterlibatan semua keluarga, semua anggota keluarga, baik orang tua maupun anak diharapkan untuk mendukung pelayanan gereja, sesuai dengan bidang dan talenta yang diebrikn Tuhan. AMIN
artikel renungan khotbah kristen terbaru terlengkap hari iniAmsal tafsiran 

Studi Amsal 18:13


By        Pdt. Bertha Purnamawati Bate’e STh                                 04 Desember  2008

Teruslah Mendengar

Amsal 18:13
Jikalau seseorang memberi jawab sebelum mendengar, itulah kebodohan dan kecelaannya
Pendahuluan
            Berbicara mendengar mungkin sudah tidak asing lagi bagi setiap pribadi dalam bereaksi dan berespon. Seringkali ketika seseorang telah tenang dan mampu berfikir jernih, dia baru sadar bahwa ada banyak tindakan bodoh yang telah dilakukan hanya karena belum mengembangkan sikap yang mendegar. Setelah semuanya terjadi dan merenungi kembali mungkin saja baru terbesit keinginan untuk merubah semuanya. Tetapi apa daya semuanya telah terjadi dan seandainya seseorang bisa mengembalikan waktu mungkin ia tidak akan mengulanginya. Inilah suatu gambaran dari jati diri seseorang yang sering ceroboh dan takabur yang pada akhirnya sama sekali tidak memberikan arti bagi orang lain dan malahan sebaliknya merugikan diri sendiri.
            Dengan memperhatikan realita tersebut maka perlu suatu pembaharuan diri yang terus diperlengkapi dalam diri seseorang. Ini hanya bisa dilakukan dengan berusaha mendengar dan terus mendengar sebelum bertindak. Kadang- kadang tindakan mendegar hanya berfokus pada reaksi ucapan atau perkataan seseorang. Akan tetapi dalam paper ini akan digali khazanah yang dalam tentang signifikansi mendegar, memperhatikan dampak positif sekaligus negatif dari kekurangan sikap mendengar dan pada akhirnya akan diberikan aplikasi; suatu cara yang dapat dilakukan untuk terus mendengar.

Tafsiran
            Untuk mengetahui signifikansi dari sikap mendegar, maka terlebih dahulu akan mencoba membuat suatu survei beberapa pandangan yang ada tentang teks ini. Teks Amsal 18:13 memilki kekayaan akan berbagai penafsiran, berikut ini merupakan uraian dari beberapa tokoh tentang Amsal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaan tentang uraian teks.
1.   Menekankan upaya untuk mendengar dari kedua belah pihak[1]
      Pendengar dan pembicara sering kali ketika berkomunikasi sulit untuk mendengar. Yang ada hanyalah sikap yang terlalu terburu-buru untuk menyatakan pendapat pribadi atau sekaligus menanggapi sesuatu hal. Akibatnya sangatlah fatal. Sesuatu informasi yang actual belum diperoleh seutuhnya akhirnya bereaksi akan informasi yang belum menyeluruh, menyebabkan terjadinya miss komunikasi. Apa seharusnya pesan yang real ataupun inti berita yang perlu didengar sama sekali tidak sampai pada tempatnya. Untuk itu maka khususnya di dalam ayat ini ditegaskan bahwa pendengar maupun pembicara dalam setiap komunikasi seharusnya banyak mendengar.
2. Orang berhikmat diperingati untuk untuk berhati-hati agar ujaran mereka selalu mencerminkan realitas yang ada[2]
      Kadang-kadang ketika terdesak seseorang sering sekali mengucapkan sesuatu yan g tidak tetap dengan kata lain bohong. Selain ini ini juga bisa terjadi ketika seseorang merayu atau membujuk seseorang, kata-kata yang dikeluarkan tidak seperti realitas, akhirnya seseorang tersanjung padahal itu bukan kebenaran. Dari dua tipe seperti ini pengamsal memberi ajaran supaya setiap orang dalam segala gerak-geriknya hendaknya selalu berhati-hati dalam setiap ucapan yang keluar dari mulutnya agar tidak mencerminkan dusta yang bisa berdampak buruk baik bagi yang mendegar maupun yang berbicara itu sendiri. Itulah yang disampaikan Tremper dalam bagian ini.
3.   Merupakan jerat bagi diri sendiri agar berhati-hati dalam memberi jawaban[3]
      Kalau bagian dalam point dua tadi menyoroti pembicara, bagian dua ini berusaha menekankan aspek dari diri orang yang memberi jawab atau orang yang mendengar. Menurut Kidner ada jeratan bagi orang yang memberi jawab tanpa mendengar; seseorang itu dikatakan bodoh dan apa yang telah dikatakan itu menjadi aib dalam dirinya sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa kebodohan, paralel dengan 18:2 disebut sebagi orang bebal; tidak suka kepada pengertian dan hanya suka membeberkan isi hatinya. Orang bebal cenderung menutup pikiran dan membuka mulut. Kemudian kecelaan (hujatan, aib/ yang memalukan) paralel dengan 18:7. Dikatakan  bahwa pembicara pertama dalam suatu pertikaian nampaknya benar, akan tetapi datanglah orang lain dan menyelidiki perkaranya. Menurut Derek Kidner; hal yang sangat ditekankan adalah hendaknya mendengar dari kedua sisi, dengan kata lain teks ini menentang pendapat yang terburu-buru.
4.   Penghakiman dalam perkara yang salah[4]
      Teks ini hendak menceritakan seseorang yang memberi penghakiman di suatu perkara sebelum mendengar,  semua fakta kesalahan terletak dalam dirinya sendiri akant etapi berusaha menuding orang lain.
5    Sikap yang terburu-buru[5]
      Collins menyatakan bahwa orang yang terburu-buru dalam berbicara adalah orang bodoh, mendengar merupakan kunci dari komunikasi yang efektif. Mungkin terkesan ambigu jika diperhadapkan dengan teks lain misalnya Amsal 17:28. Hal yang lebih penting adalah lebih baik mengakui ketidaktahuan daripada mengurangi hal- hal yang lebih penting dalam proses mendengar dan berpikir.
           
Setelah melihat pandangan di atas, maka berikut juga akan diberikan tafsiran sendiri dengan memperhatikan teks asli dan mencoba mengembangkan pikiran-pikiran yang ada.

                             
Proverbs 18:13
 `hM'(lik.W Al©÷-ayhi tl,W<ïai [m'_v.yI ~r<j,äB. rb'D"â byviäme
Jika seseorang mengembalikan sesuatu (kata, perkara,  hal, cara bicara) sebelum mendengar itulah kebodohan dan kecelaannya (hujatan, aib yang memalukan).
                           
Dari terjemahan di atas, maka jelas terlihat bukan hanya saja terbatas dalam hal bicara, segala sesuatu aktivitas yang menyangkut pengembalian. Ada banyak hal yang bisa dikembalikan kepada orang lain. Entah itu itu mengembalikan perkataan atau disebut dengan kata menjawab setiap kata atau perkataan, juga termasuk di dalamnya mengembalikan sesuatu hal misalnya benda atau perkara. Indikasinya adalah hal yang dimaksud di dalam teks ini dengan mengembalikan adalah tindakan berespons atau memberi sambutan atas segala perkara dalam segala aktivitas. Dalam memberi respons ini ada satu hal substansial yang tidak boleh diabaikan dan sebaiknya menjadi prioritas yaitu mendengar. Mendengar merupakan esensi penting untuk berespon dengan baik dan menghasilkan dampak signifikan. Jika seandainya hal ini diabaikan, maka ada dua konsekuensinya yaitu ia dikatakan bodoh dan bercela. Untuk menjelaskan istilah bodoh dan bercela, maka dalam hal ini mungkin lebih tetap pandangan dari Kidner di atas. Bodoh sama dengan bebal; orang yang tidak suka pada pengertian tetapi hanya suka membeberkan isi hatinya. Dapat dikatakan sebagai orang yang membuka mulut tetapi menutup pikiran. Selanjutnya bercela artinya membuka aib sendiri ketika bertindak terburu-buru.

Kesimpulan
 Teks Amsal 18:13 fokus utamanya adalah mendengar dalam merespons segala sesuatu dalam hidup ini. Ada dua konsekuensi ketika tidak mendengar yaitu kurang pengertian dan mempermalukan diri sendiri. Indikasinya adalah sangat merugikan pribadi yang berespon. Tidak ada kesempatan bagi dirinya untuk memperbaharui diri ke arah yang lebih baik dan malahan mempermalukan dirinya sendiri. Jadi secara ringkas teks ini mengajak pembacanya untuk terus mendengar dan mendengar sebelum melakukan sesuatu. Itulah tindakan yang berhikmat.
Jika dalam Amsal 18:13 disampaikan dampak negatif dari sikap yang tidak bisa mendengar, maka berikut ini akan disampaikan dampak yang positif ketika seseorang selalu mendengar[6]:
v  Memberi kesempatan untuk tenang sebelum berbicara, seandainya memberi respon dengan marah, kaku, merugikan dan bahkan menyakitkan
v  Memberi kesempatan untuk melihat dua sisi hal-hal yang dibahas sebelum melakukan tindakan. Banyak orang juga yang berpikir tetapi belum mendengar fakta, mereka bertindak atas informasi yang tidak lengkap atau terdistorsi sehingga menimbulkan semacam semburan ketika mereka menyampaikan informasi atau gosip.
v  Mempunyai efek penyembuhan yang sangat besar. Seseorang yang menunggu dengan hati-hati dan menimbang bahasa serta perkataannya akan mempunyai kuasa ketika berbicara. Amsal 25:15  Dengan kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut mematahkan tulang”. Hendaknya mengucapkan ucapan yang tepat pada waktunya (Amsal 25:11-15).
Jadi jika seseorang tidak suka mendengar maka ia sendiri akan kekurangan. pengertian dan mempermalukan diri sendiri, sebaliknya jika suka mendengar maka ia mampu bertindak bijaksana dan berhati-hati seperti hal-hal yang telah disebutkan di atas.

Aplikasi
Dengan memperhatikan dampak positif dan negatif dalam uraian ini maka setiap pribadi sebaiknya terus mendengar. Dalam memberi respon hendaknya selalu menjadi pribadi yang mampu memberi arti signifikan sehingga hidup ini mampu bermakna bagi orang lain terlebih-lebih di hadapan Tuhan. Untuk itu ada dua pokok penting yang perlu dikembangkan untuk mewujudkan sikap mendengar:
1.      Mengerti
Seseorang sering menanggapi sesuatu tanpa pengertian utuh. Akibatnya ada banyak relasi buruk yang terjadi hanya karena kesalahpahaman satu sama lain. Misalnya saja dalam kehidupan keluarga antara suami dengan isteri atau anak dengan orangtua mengalami keretakan satu sama lain. Suami menuduh isteri selingkuh, egois atau sebaiknya isteri juga menuduh seperti itu. Anak-anak di dalam rumah tangga selalu menuntut dan menuduh orangtua kurang bertanggung jawab. Cobalah untuk berkomunikasi satu sama lain dengan hati terbuka, niscaya sikap mengerti dapat dibina dan akhirnya kemampuan mendengar dapat terlaksana dengan baik.
2.      Bijaksana
Kendati seseorang sudah mengerti, kadang-kadang yang terjadi adalah tindakan gegabah, mau menang sendiri dan memaksakan kehendak. Jika tabiat ini yang dimiliki seseorang, maka sikap mendengar tidak akan pernah terwujud. Cobalah untuk bersikap tenang, memohon hikmat dan bimbingan dari Tuhan maka yakinlah dalam situasi serumit apapun seseorang dapat berespon dengan bijaksana sehingga sikap mendengar mampu terwujud dalam kehidupan nyata.


Kepustakaan

Collins John. C.. Proverbs Ecclesiastes. Knox Preaching Guides. (Atalanta: John Knox Press), 1946.

Draper, James T., Jr.. Proverbs The Secret of Beautiful Living. (Illinois: Tyndale House), 1971.

Harris, W.. The Preacher’s Complete Homiletic Commentary. Proverbs. (Michigan: Grand Rapids), 1980.

Kidner, Derek. The Tyndale Old Testament Commentaries. Proverbs. (England: Inter-Varsity Press), 1964.

Longman, Tremper III. Hikmat & Hidup Sukses. terj. How to Read Proverb. (Jakarta:PPA), 2007.

TAMKI 2, Ayub-Maleakhi. terj. The New Bible Commentary. (Jakarta: YAPKI/OMF)





[1]TAMKI 2, Ayub-Maleakhi terj. The New Bible Commentary, (Jakarta: YAPKI/OMF), hal. 322.
[2] Tremper Longman III, Hikmat & Hidup Sukses, terj. How to Read Proverb, (Jakarta:PPA), 2007, hal. 192.
[3] Derek Kidner, The Tyndale Old Testament Commentaries, Proverbs, (England: Inter-Varsity Press), 1964,
 hal. 129.
[4] W. Harris, The Preacher’s Complete Homiletic Commentary, Proverbs, (Michigan: Grand Rapids), 1980, hal. 544.
[5] John. C. Collins, Proverbs Ecclesiastes, Knox Preaching Guides, (Atalanta: John Knox Press), 1946, hal. 46.
[6] James T. Draper, Jr., Proverbs The Secret of Beautiful Living, (Illinois: Tyndale House), 1971, hal. 126.